09 Januari 2019

Jatuh Cinta dengan Nona Jahat - Bab 1

Bab 1 – Tiba-Tiba Membunuh Itu Terlalu Berat!

Saat aku tersadar, kulihat hamparan bintang berkelip di langit malam.

Sepanjang hidupku, ini adalah pertama kalinya aku melihat langit malam seindah ini – kesan itu langsung hilang dalam sekejap.

Bau busuk menyengat yang entah berasal dari mana menguap di sekitarku.

Meskipun aku bisa bergerak sambil menahan baunya, selanjutnya sekujur tubuhku yang diserang rasa sakit. Aku mengerang sambil berguling di atas tanah, tapi itu malah membuat keadaanku lebih parah.

Dengan memaksakan diri, aku menahan rasa sakitku.

Meskipun rasa sakitku tidak hilang sepenuhnya, setidaknya sudah lebih berkurang. Aku mulai tenang dan langsung memeriksa keadaan tubuhku, sepertinya rasa sakitku bukan berasal dari luka melainkan dari memar.

Bagaimana ini bisa terjadi–?

Meskipun aku sempat memikirkan kemungkinan kalau aku memancing perkelahian karena mabuk, aku sama sekali tidak merasa baru saja meminum minuman keras. Satu-satunya hal terakhir yang jelas kuingat adalah pulang langsung ke rumah dengan menaiki bus dari stasiun terdekat. Dan–

「Oi. Sampai kapan kau mau mengabaikanku?」

Konsentrasiku buyar karena tiba-tiba mendengar suara itu.

Sambil berpikir itu suara siapa, aku mengarahkan kepalaku ke arah suara itu berasal. Saat itu juga aku langsung melupakan rasa sakitku.

Suara itu berasal dari anak laki-laki bule dengan wajah agak bersemangat, rambut pirang dan mata hijau. Meskipun deskripsi itu seolah-olah menggambarkan dia sebagai anak laki-laki yang rupawan, tetapi anak itu termasuk montok atau malah sudah bisa disebut gemuk. Selagi dia memandangku dengan ekspresi bermuka tebalnya itu, istilah "imut" tidak pernah terlintas di pikiranku.

Tidak hanya itu, dia memakai kemeja berenda serta berdasi merah. Dia juga memakai celana putih ketat dan dilapisi lagi dengan celana biru laut, pakaiannya benar-benar seperti bangsawan idiot yang banyak muncul di komik.

「Kau siapa?」

「Kau? Kau memanggilku dengan sebutan "kau"? Kurang ajar!」

Bahkan jawabannya pun sesuai perkiraan. Pikiranku malah jadi semakin kacau.

「Ya sudah, setidaknya aku bertemu dengan orang yang mau mendengarkanku. Jadi etikamu akan kumaafkan.」

Anak yang biasanya tak akan kuhampiri ini berbicara hal-hal yang aneh, tapi seperti yang tadi dia bilang, dialah satu-satunya yang bisa kuajak berbicara. Aku jadi enggan mengusirnya.

「Dimana ini?」

Dari pertanyaan anak itu, aku sempat berpikir "Aku juga ingin tahu ini dimana", tapi–

「Di pinggiran daerah kumuh,」

Yang keluar dari mulutku malah kalimat yang benar-benar berbeda.

「Daerah kumuh.. Oh tidak!」

Wajah anak itu tiba-tiba langsung pucat, bahkan aku bisa melihatnya meskipun dengan pencahayaan seadanya. Reaksinya persis seperti orang yang sedang tersesat, tapi yang membuatku khawatir adalah kawasan kumuh mana yang kumaksud tadi.

Jawabannya adalah — di bagian utara pinggiran ibu kota Kerajaan Gran Flamm.

Meskipun aku belum pernah mendengar nama negara semacam itu, tapi entah mengapa nama itulah yang langsung muncul di pikiranku.

Ada yang aneh. Wajahku yang mulai memucat jadi terlihat berwarna sama dengan wajah anak itu.

「Hei, kau. Aku ingin ke jalan raya. Bisakah kau memanduku?」

「Aku bisa, tapi.. Aku tak bisa.」

Kali ini jawaban yang keluar dari mulutku sesuai dengan apa yang kupikirkan.

Aku memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang sebenarnya tidak benar-benar kuketahui. Meskipun ada kata-kata tertentu yang terlintas di benakku, aku bahkan tidak tahu maknanya.

「Apa yang kau maksud dengan kau bisa, tapi tak bisa!? Kalau kau ingin imbalan, aku bisa memberikannya!」

Karena cara bicara anak itu yang seperti terburu-buru, aku berhenti memikirkan hal tadi. Untuk sekarang, aku harus memikirkan cara untuk mengurus masalah anak ini.

「… Aku cedera jadi aku tak bisa bergerak.」

「Cedera? Baiklah. Tunggu sebentar.」

Awalnya kukira dia akan pergi meminta pertolongan orang lain, tapi ternyata dia hanya bergerak sedikit dari posisinya semula. Dengan ekspresi yang serius, dia mulai menyanyikan kalimat.

「Saya akan memberikan sihir penyembuhan kepada dirimu.」

Itulah kata-kata yang kudengar dengan seksama.

「Angin yang diberkati, datang dan sembuhkanlah!」

Sesaat setelah kalimat itu selesai diucapkan, tiba-tiba angin membelai seluruh tubuhku

Hanya angin semilir. Meskipun cuma angin sepoi-sepoi, tapi memang benar-benar ada angin yang datang. Aku terheran setelah menyadari maksud dari perbuatan anak itu.

「Bagaimana?」

Anak itu bertanya dengan penuh semangat. Kalau soal cederaku sudah sembuh atau belum, jawabannya sudah bisa kupastikan.

Aku mencoba menggerakkan tubuhku dengan hati-hati.

「Ugh..」

Suaraku keluar tanpa kusengaja. Meskipun pikiranku sudah lebih tenang, tapi cederaku tetap masih ada.

「Aku masih kecil. Saat dewasa nanti aku akan lebih mahir melakukannya.」

Dia pasti sudah menyadari jawabanku hanya dari responku. Meskipun anak ini banyak alasan, tapi tidak salah lagi, dia sudah mencoba menyembuhkan cederaku dengan sihirnya.

「Sakitnya sudah berkurang. Kalau sekedar berjalan kaki, aku bisa.」

「Se-serius? Kalau begitu, tunjukkan jalannya.」

Sebenarnya selain demi anak itu, aku juga ingin segera pergi dari tempat yang jelas-jelas berbahaya ini. Jadi berhubung aku sudah bisa menggerakkan tubuhku, meskipun masih terasa sakit, kuputuskan untuk segera pergi dari sini.

Sakitnya memang masih terasa, tapi tidak sampai membuatku tidak bisa bergerak.

Sedikit banyak aku mulai mengerti efek dari sihir yang tadi digunakan anak itu.

「..Arah sini.」

Lagi-lagi, dengan sendirinya pikiranku terisi dengan informasi tentang tempat ini, dan meskipun aku tidak tahu sebabnya, untuk saat ini aku bersyukur atas informasi tersebut.

Tentunya dengan catatan, informasi tersebut harus tepat, karena aku masih ragu dengan hal ini.

Tapi bagaimanapun juga, setelah aku tiba di tempat yg lebih aman nanti, aku harus memastikan situasiku dari anak itu atau seseorang yang lebih mengerti.

Ya, benar. Tempat ini berbahaya bagiku dan anak itu.

Dengan rasa takut yang tiba-tiba muncul dari dalam diriku, aku berjalan semakin cepat.

Akan tetapi langkahku harus terhenti karena suatu hal.

「Kau. Jadi kau masih hidup?」

Kata lelaki yang muncul di hadapanku.

Aku mengenal lelaki ini. Lelaki inilah yang membuatku cedera, dan tidak hanya itu, lelaki ini sudah melakukan hal-hal yang lebih keji padaku sebelumnya.

Dia juga sudah melakukan hal-hal yang biasanya tidak bisa kau beri tahu ke orang lain. Kalau ada kata yang melebihi "benci", maka kata tersebut akan kusematkan pada orang ini.

「Yah, itu tak penting. Sekarang yang penting soal bocah di belakangmu itu.」

Sudah kuduga, dia penasaran dengan anak di belakangku.

Seorang anak laki-laki yang dilihat dari caranya berpakaian, sudah jelas berasal dari keluarga kaya. Bagi orang yang tinggal di daerah ini, anak itu adalah sasaran empuk. Bahkan aku sendiri sempat berpikir untuk mengambil benda-benda berharga miliknya setelah mengantarnya pulang– Bukan, itu bukan murni pikiranku, tapi dari sesuatu yang menempati pikiranku.

「Kau harus menyerahkan bocah itu untukku. Mangsa satu ini terlalu bagus untukmu.」

Kalau aku, paling-paling aku hanya akan mengambil barang bawaannya. Tapi kalau sudah menyangkut lelaki ini, dia akan mengancam keluarga anak ini untuk memberikan uang tebusan. "Benar, memang terlalu bagus untukku" – Kenapa pikiran semacam ini bisa terlintas di kepalaku, aku juga tidak mengerti..

「Kurang ajar! Kau tidak tahu siapa aku?」

「Mana kutahu! Di tempat ini, selama kau punya banyak uang, aku tak peduli kau siapa!」

「Aku Vincent Woodville! Aku bangsawan dari keluarga Windhill!」

「Apa!?」

Selama seseorang itu kaya, tidak penting siapa dirinya. Meskipun lelaki itu berkata seperti itu, tapi tetap ada batasnya.

Bagiku, atau lebih tepatnya bagi seseorang di dalam diriku, keluarga Windhill adalah keluarga bangsawan yang dikenal semua orang. Keluarga itu adalah salah satu dari tiga keluarga bangsawan terkenal yang menyokong negara ini. Siapapun yang berani membuat tiga keluarga ini tersinggung, akan tidak mendapat tempat di negara ini.

Meskipun biasanya orang lain akan berpikir seperti itu, tapi lain halnya dengan lelaki ini. Dengan senyum yang lebar, dia mendekati anak itu. Aku sebenarnya sudah mengetahui hal ini, tapi dia bodoh tidak terkira– pikiran ini tiba-tiba muncul, dan aku sepenuhnya setuju.

「Kalau demi anak si tuan besar, berapapun tebusan yang akan kuminta, tidak akan jadi masalah. Aku bisa berfoya-foya seumur hidupku.」

「Ja-jangan berpikir untuk melakukan hal sebodoh itu!」

「Aku tidak bodoh!」

Mau dipikir bagaimanapun, dia MEMANG bodoh, ya 'kan? Kebodohan lelaki itu tidaklah penting. Masalahnya sekarang adalah menjamin keselamatanku. Bagaimana orang-orang di sekitar memandang situasi ini?

Mereka mungkin bisa percaya kalau aku sudah membodohi anak itu untuk menggiringnya kepada lelaki itu.

Sekiranya hal itu terjadi, aku bisa membayangkan akhir hidupku. Meskipun selama ini aku hidup dengan semauku saja, mati tanpa melakukan satu pun perbuatan baik mulai membuatku gelisah– tidak, bukan itu masalahnya. Aku tak ingin mati seperti ini.

Pikiran itu bergema di seluruh tubuhku. Tentang siapa sebenarnya diriku sebelumnya, entah mengapa hal itu tidak penting lagi.

「Selama kau tidak bertingkah macam-macam, kau tidak akan kusakiti. Asalkan keluargamu membayar tebusanmu, kau akan bisa kembali ke keluargamu dengan selamat.」

「Benarkah?」

Sepertinya anak itu sama bodohnya. Kalau kau sudah melihat wajah sang penculik, tidak mungkin kau bisa lolos hidup-hidup.

Selain itu, kalaupun anak itu berhasil kembali ke keluarganya, keluarga bangsawan itu pasti akan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melakukan pembalasan. Tidak salah lagi, kalau kau berhasil tertangkap, kau pasti akan dibunuh. Tidak terlintas di benakku untuk melarikan diri, dan kalaupun aku berhasil kabur, aku tak punya biaya untuk sepenuhnya lari dari situasi ini.

Tidak ada pilihan lain. Aku harus mengeraskan hatiku.

「Benar, jadi ayo kemari.」

「… tetap saja, aku tak mau. Antar aku pulang secepatnya, aku akan memberikan imbalan yang pantas setelah kau mengantarku.」

「Tadi sudah kubilang kalau aku akan mengantarmu pulang asalkan uangnya sudah kuterima, 'kan?」

「Ta-tapi..」

Lelaki itu mencoba untuk berinteraksi dengan ekspresi yang lemah lembut, supaya kegelisahan anak itu bisa mereda. Tampaknya lelaki itu sudah tidak memperdulikan keberadaanku.

Apakah aku akan melakukannya? Tidak, aku HARUS melakukannya!

Ada orang lain yang menempati pikiranku, dan sembari kesadarannya muncul ke permukaan, tubuhku mulai bergerak dengan sendirinya.

Agar tidak menarik perhatiannya, aku berjalan sepelan mungkin menuju punggung lelaki itu. Aku mengeluarkan pisau yang kusimpan sejak awal. Pisau ini adalah satu-satunya senjata yang berhasil kusimpan.

Senjataku yang lainnya sudah dirampas lelaki itu beberapa jam yang lalu.

Kali ini, aku tidak boleh gagal.

Lelaki itu meraih kedua tangan anak itu. Berhubung lelaki itu sedang dalam posisi jongkok, bagian belakang kepalanya terpampang jelas di depan mataku. Aku mulai mengangkat tanganku demi menusuk leher lelaki itu.

Tapi anak yang mengalihkan pandangannya ke arahku benar-benar idiot.

Karena tatapan anak itu, lelaki itu menolehkan kepalanya dan menyadari keberadaanku.

「Bajingan! Mau apa kau!?」

「Uwaaa-!」

Sambil berteriak akibat rasa takutku yang memuncak, kuayun tanganku ke bawah menuju wajah lelaki itu.

「Gu..guah!」

Tanganku merasakan sensasi yang tidak mengenakkan, tapi ini bukan saatnya memikirkan hal seperti itu.

Kutarik pisauku yang sudah menusuk mulut lelaki itu, kemudian aku langsung mengayunnya lagi.

Pisauku kemudian menusuk mata kanan lelaki itu.

Aku tahu kalau ini belum cukup, karena lelaki itu masih sanggup menjerit.

「Mati kaaaaaaaaauu!」

Aku berkali-kali menusuk wajahnya dengan pisau.

Akhirnya lelaki itu tak bersuara lagi, dan tubuhnya jatuh perlahan.

「Haa.. Haa.. Ha..」

Nafasku berat, jantungku berdetak begitu keras hingga membuat dadaku terasa agak sakit.

「Ka-Kau..」

「…Lari.」

「La-lari katamu..」

「Ikuti aku, ayo cepat lari dari sini!」

「I-iya!」

Aku berlari dengan tergesa-gesa menuju jalan raya. Meskipun aku ingin membuang pisau yang berlumuran darah di genggaman tanganku, aku tidak bisa melepaskannya karena tanganku kaku. Tidak peduli berapa kali kugoncang tanganku, aku tetap tidak bisa melepaskan pisau itu.

「O-oi, tunggu! Pelan sedikit.」

Teriak anak itu dari belakangku. Berhubung aku tidak bisa meninggalkannya, aku menurutinya dan memperlambat lajuku.

Bagiku, anak itu adalah sumber uang yang amat penting. Aku bisa mendapat uang yang cukup banyak saat aku meminta imbalan nantinya.

Uang itu adalah modal yang harus kudapatkan kalau aku ingin pindah ke luar ibu kota.

「Apakah lelaki itu sudah mati?」

「Entahlah.」

「Kau baru saja membunuh seseorang, hah?」

「Kalau aku tidak membunuhnya, bisa-bisa aku yang dibunuh.」

「Begitu ya.」

Dan anak itu pun bungkam. Meskipun aku sebenarnya tidak ingin membunuh orang lain, menurutku lebih baik membunuh daripada dibunuh.

Aku sudah menghabisi nyawa orang lain. Karena kata-kata anak itu, akhirnya aku sadar akan apa yang baru saja kulakukan.

Tiba-tiba tanganku mulai bergetar. Pisau yang tadinya tak bisa kulepaskan, dengan mudahnya terlepas dari tanganku. Gemetar itu menjalar ke seluruh tubuhku sehingga membuat kakiku berhenti bergerak.

「Oi! Ada apa?」

Aku bahkan tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan anak itu.

「Hei? Kau baik-baik saja? Kita harus cepat pergi dari sini.」

Aku tahu itu. Aku sudah membunuh lelaki itu, tapi masih ada teman-temannya Kalau aku tidak pergi dari daerah kumuh ini, selanjutnya pasti aku yang akan dibunuh.

Akan tetapi, tetap saja aku tidak bisa bergerak. Bukan karena tubuhku yang tidak sanggup bergerak. Tapi karena kesadaranku mulai kabur, sampai aku tidak bisa lagi mendengar suara anak itu.

「….! Ayo ce….! Dimana….!?」

Aku tak bisa lagi mengerti perkataannya serta tak sanggup lagi untuk memikirkannya.

Setelah itu kesadaranku perlahan tenggelam dalam kegelapan.


◇◇◇

Saat aku tersadar, yang pertama kali kulihat adalah langit-langit kayu berulir. Entah mengapa, sepertinya aku tidur di atas ranjang.

Yang tadi itu hanya mimpi — adalah yang pertama kupikirkan, tapi aku menyadari kalau langit-langit yang sedang kulihat ini terlihat asing.

Aku bangkit dengan tergesa-gesa dan melirik sekitarku, sepertinya ini kamar bergaya Eropa yang agak retro, dengan perabotan yang elegan.

Saat menolehkan kepalaku ke kanan, aku menyadari kalau ada orang lain di sini.

Saat menyadari itu, tiba-tiba aku langsung merasa sedih.

Orang itu kemudian menghampiri tempat tidurku.

「Sepertinya kau sudah siuman. Aku akan pergi melaporkannya, jadi aku akan meninggalkanmu sebentar. Mohon tunggu dengan sabar di sini.」

Rambut coklat dan mata biru. Mau dilihat dari manapun, wanita itu bukanlah orang Jepang. Ditambah lagi, dia memakai seragam pelayan dan bersuara lembut.

Dia pun keluar dari kamar.

Sepertinya aku masih bermimpi. Kalau tadi aku baru saja bangun, berarti sekarang–

Setelah berhasil menenangkan diri, aku mulai memikirkan hal-hal aneh ini.

Dunia mana ini?– Aku tidak tahu jawaban dari pertanyaan ini.

Apa nama negara ini? — Kerajaan Gran Flamm adalah jawaban yang langsung muncul di pikiranku.

Sebenarnya siapa aku? Nama Moriya Ryou langsung muncul di pikiranku. Itu sudah pasti.

Akan tetapi, masih ada satu orang lain di dalam diriku. Tidak salah lagi.

Apa yang harus kulakukan sekarang? Apakah orang lain di dalam diriku mengetahuinya?

Dimana aku lahir? Jawabannya adalah Tokyo.

Sepertinya masih belum berhasil. Selama aku masih sebagai "diriku sendiri", apakah tidak mungkin untuk menanyai diriku yang lain? Sebelum aku pingsan, apakah informasi yang tiba-tiba muncul di pikiranku itu berasal darinya?

Setelah memikirkannya lagi, yang waktu itu banyak kupertimbangkan sebenarnya adalah pemikiran yang sia-sia. Untuk saat ini aku harus berusaha untuk melakukan segalanya sendiri.

Dimana rumahku di kota ini– jawabannya, sebuah alamat muncul di pikiranku. Di sana ada gubuk reyot terbuat dari papan yang sepertinya adalah kamarku. Bermacam benda berserakan di lantai.

Tampaknya aku berhasil menanyai diriku yang lain dengan cara seperti ini.

Aku mencoba bertanya tentang orang tuaku, maksudku yang di dunia ini. Sudah kuduga, di sini aku tidak memiliki orang tua. Kalau kau mau menanyai diriku yang satunya, jawabannya tetap sama. Aku tidak memiliki orang tua.

Siapa orang yang telah kubunuh? Nama Dan muncul di pikiranku. Dia adalah lelaki yang namanya kukenal. Ditambah lagi, si Dan itu adalah orang yang sangat kubenci. Dia adalah orang yang tidak kukenal sebelumnya, tapi dibenci oleh diriku yang lain.

Mengapa? Setelah menanyakan pertanyaan itu, aku langsung menyesalinya. Banyak memori yang mulai membanjiri kepalaku. Dia melontarkan hinaan padaku, sudah biasa. Menyakitiku juga sering. Tak cukup sampai di situ. Manusia laknat yang bernama Dan itu juga pernah memperkosaku. Diriku, yang juga berjenis kelamin laki-laki.

Saat itu juga, saat rasa terhina mulai muncul di pikiranku, aku mulai menaruh rasa benci pada Dan.

Ya, benar. Orang ini adalah aku, diriku sendiri.

Sesaat kemudian, aku mulai menyadari bahwa tubuhku juga menjadi kecil. Meskipun rambut panjang yang terjuntai berwarna sama dengan rambut yang biasa kuingat, tapi warna kulit tubuh ini terlihat lebih pucat.

Dibanding aku yang berubah menjadi anak kecil, sepertinya lebih masuk akal kalau jiwaku yang menerobos masuk ke tubuh diriku yang lain. Aku tidak tahu apakah ini kerasukan atau reinkarnasi, tapi untuk saat ini beginilah adanya.

Aku sedang berada di dunia yang berbeda dari dunia tempatku lahir. Soal diriku yang ada di dunia asalku, sepertinya kemungkinan besar dia sudah meninggal.

Aku mencoba mengingat-ingat kejadian saat aku sedang menaiki bus. Yang bisa kuingat hanyalah menaiki bus dari stasiun, memasuki jalan lingkar dan kemudian bagian dalam bus tiba-tiba bersinar begitu terang. Cahaya itu bukanlah semacam cahaya yang kau alami saat mengalami reinkarnasi. Aku bisa mengingat dengan jelas bahwa cahaya aneh itu, yang menerangi bagian dalam bus, datang dari sumber lain.

Saat aku mencoba mengingat kejadian setelah itu, aku tidak bisa mengingat apapun.

Ak mencoba menarik kesimpulan, mungkin aku langsung mati karena tabrakan lalu lintas. Andai saja aku tidak duduk di bangku itu. Berhubung aku masih muda, seharusnya aku tetap berdiri di bus. Mungkin dengan begitu aku bisa menghindari maut.

Tentu saja memikirkan hal itu sekarang adalah perbuatan yang sia-sia.

Untuk saat ini aku harus memikirkan hal yang lebih penting.

Diriku yang lain menyarankan untuk pergi meninggalkan ibu kota secepatnya. Itu karena rasa takut atas balas dendam dari teman-teman si Dan.

Kalau soal itu, aku setuju sepenuhnya. Bahkan aku pun tidak ingin cepat-cepat mati.

Tapi masalahnya sekarang adalah diriku yang sekarang adalah yatim piatu yang tidak memiliki siapapun untuk diandalkan. Aku hanya bisa bertahan hidup dari memakan makanan sisa di daerah kumuh. Untuk melarikan diri, setidaknya aku butuh uang dan kemampuan yang cukup.

Bukan itu, ada hal lain yang harus kuketahui lebih dahulu.

Ini dimana?

Apakah aku sudah berhasil kabur dari daerah kumuh?

Apakah mungkin aku sudah ditangkap oleh orang-orang yang tidak kuinginkan?

Aku langsung turun dari ranjang dan melihat keluar jendela. Aku bisa melihat hamparan langit biru di luar sana. Di bawahku ada taman yang indah dan aku sedang berada di lantai ketiga. Sepertinya keluar dari jendela adalah hal yang mustahil.

Saat aku mendekati pintu, aku mendengar suara dari balik pintu. Seolah-olah memilih waktu yang pas, tiba-tiba aku mendengar suara dari seorang wanita.

「Ariel-sama! Anda tidak boleh ke sana! Anda tidak boleh mendekati kamar itu!」

Aku tidak perlu repot memasang telingaku karena suara itu sudah terdengar dengan jelas. Mengetahui maksud dari kata-kata itu, aku pun langsung kembali ke atas ranjang.

Sesaat kemudian, pintu kamar terbuka dengan kerasnya. Aku menoleh ke arah pintu, dan yang kulihat adalah rambut pirang dan mata hijau yang sama persis seperti anak yang kutemui di daerah kumuh, bedanya kali ini berasal dari gadis kecil.

Gadis ini tidak gemuk, matanya juga tajam dan jeli. Kesimpulannya, wajahnya sedap dipandang.

Gadis yang mendekatiku dengan tatapan sinis ini mulai memandangiku.

Kalimat yang keluar dari mulut anak gadis ini adalah,

「Hmm~ Ternyata ini peliharaan yang dibawa pulang onii-sama.」

Kalimat yang sangat kasar.

Kutarik semua kata-kataku tadi. Dia hanya gadis kecil yang tak tau sopan santun, tak ada imut-imutnya sama sekali. Awalnya itulah yang kupikirkan, tapi aku penasaran pada sesuatu yang baru saja diucapkannya.

「Dibawa pulang onii-sama?」

「Betul. Bocah dekil, yang dibawa pulang si onii-sama ku itu.」

Meskipun agak berlebihan kalau menyebutku dekil, aku tidak bisa protes.

「Maksudnya dibawa?」

「Kau yang pingsan di daerah kumuh, digendong si onii-sama di punggungnya, hingga kau bisa selamat.」

「Dia… di punggungnya.」

Meskipun aku masih penasaran kenapa dia selalu menekankan kata "si", sudah jelas bahwa anak lelaki itulah yang membawaku ke sini.

「Betul.」

「Artinya, ini rumah siapa?」

「Ya ampun, kau tidak mendengarku? Ini adalah kediaman Marquess Windhill.」

Entah kenapa gadis itu mengumumkan hal tersebut sambil membusungkan dadanya. Aku tidak bisa menahan senyumku karena kurasa tingkahnya tadi cukup imut.

Sepertinya aku sudah bisa beristirahat dengan tenang karena aku sudah dibawa ke rumah anak lelaki itu.

「Kenapa kau senyum-senyum?」

Gadis itu bertanya padaku yang sedang tersenyum ini.

「Aku berpikir kalau aku sudah terselamatkan.」

「…..」

Gadis itu mulai melihatku dengan ekspresi tidak senang.

「Ada apa?」

「Caramu berbicara. Terlalu lancang untuk peliharaan.」

「Peliharaan katamu..」

「Aku ini orang dari kaum bangsawan, lho? Cara bicaramu tidak cocok dengan statusmu!」

「Itu… Maafkan saya atas ketidaksopanan saya, Nona.」

Ini adalah kecerobohanku. Gadis ini adalah bangsawan dan aku adalah rakyat jelata. Bahkan sebenarnya aku berada di status yang paling rendah karena aku tinggal di daerah kumuh.

Adanya kelas sosial seperti ini, kehidupan di dunia ini pasti lebih keras daripada duniaku yang sebelumnya.

「Wah, sepertinya kau bisa berbicara dengan sopan.」

「Hanya sekedarnya, Nona.」

「Yah, aku tidak masalah asalkan kau bisa terus berdisiplin di bidang itu.」

Disiplin.

Bagi gadis ini, tampaknya aku hanya dianggap seekor peliharaan.

「Tapi sebelum itu, penampilanmu ini. Rambutmu acak-acakan, ditambah lagi… kau bau.」

「Apakah bau saya tak enak, Nona?」

「Iya. Baumu sangat busuk.」

「Maafkan saya.」

Sejujurnya ucapan gadis itu menyakiti perasaanku, tapi tampaknya gadis itu tidak peduli sedikitpun.

「Lisa」

「Ya!」

Saat gadis itu memanggil, datanglah seorang wanita dari belakangnya. Mungkin wanita itu adalah pelayan pribadi gadis itu.

「Bersihkan peliharaan ini. Sikat badannya, rapikan rambutnya, buat penampilannya pantas sebagai peliharaan onii-sama ku yang seorang anak sah keluarga Windhill.」

「Baiklah. Segera saya laksanakan.」

Apa sudah diputuskan bahwa aku dianggap peliharaan?

「Kalau begitu, aku akan menemuimu lagi setelah kau tampil rapi.」

「…」

「Aku akan menemuimu lagi.」

「… Saya akan menantikannya, Nona.」

「Baiklah. Kalau begitu,.aku permisi.」

Sepertinya jawabanku tadi sudah tepat. Gadis yang berekspresi santai itupun meninggalkan ruangan.

Yang tersisa hanyalah aku dan seorang pelayan.

「Silahkan kemari.」

Awalnya dia menatapku dengan tatapan merendahkan, tapi hanya sebentar, dan kemudian dia menyuruhku untuk mengikutinya.

Tampaknya sambutan untukku tidak terlalu hangat. Tapi aku tidak terlalu peduli. Toh aku tidak akan berlama-lama di tempat ini.

Hanya sampai keadaan cukup aman. Tantanganku selanjutnya adalah mendapatkan imbalan dan mengumpulkan dana yang cukup untuk pergi meninggalkan ibu kota.

Aku berpikir apa yang harus kulakukan demi mencapai tujuanku itu. Terlalu banyak yang harus kupikirkan sampai kepala ini rasanya mau pecah.

Meskipun begitu, aku harus memikirkannya dengan serius. Bagaimanapun aku yang sekarang tidak mampu melakukan apapun kecuali berpikir.



Daftar Isi Berikutnya >>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar