08 September 2019

Kuma Kuma Kuma Bear - Bab 32

Bab 32 – Kuma-san Jajan Berlebihan


Terjemahan oleh Nightfall Translation dan Rena Translation, dengan suntingan seadanya oleh Cuma Translation.



Kondisi ibu Fina sudah membaik.
Mungkin bisa dianggap sudah sembuh total.
Namanya adalah Tilmina-san.
Tilmina-san dan Gentz-san akan segera menikah.
Saat ini, mereka sedang mencari tempat tinggal yang bisa dihuni oleh sebuah keluarga yang beranggotakan empat orang.
Rumah lama Fina tidak muat untuk ditinggali oleh empat orang.
Sepertinya Gentz-san tinggal seorang diri di sebuah rumah yang kecil.

Tapi entah kenapa, Fina dan Shuri sedang berada di Kuma House saat ini.

「Jadi, kenapa kalian di sini?」

「Saya pikir lebih baik memberi Gentz-ojisan, eh bukan, ayah dan ibu waktu untuk berduaan.」

Apa itu sesuatu yang wajar dipikirkan oleh anak berumur sepuluh tahun?

「Apakah kami mengganggu?」

「Gak kok. Tapi bukankah kebersamaan kalian berempat itu juga penting?」

「Tidak apa-apa, soalnya kami berempat akan banyak menghabiskan waktu bersama setelah pindah rumah.」

「Terus, kenapa kalian sedang belajar?」

Begitulah, saat ini Shuri sedang belajar mengenal huruf di Kuma House.

「Saya diajarkan membaca oleh ibu, tapi ibu tidak sempat mengajari Shuri membaca karena ibu telanjur jatuh sakit. Saya harus mengerjakan pekerjaan rumah dan mencari uang, jadi saya juga tidak sempat mengajarinya.」

Yah, meski disebut belajar, sebenarnya mereka hanya melihat sekumpulan huruf yang telah tertulis di atas kertas yang sudah kotor.
Tak ada sesuatu yang bisa digunakan sebagai alat menulis, apalagi kertas sebagai tempat menulis.
Mereka belajar menghapal huruf hanya dengan melihatnya saja.
Apakah mereka bisa belajar efektif dengan cara seperti ini?

「Kalau begitu, ayo kita beli alat belajar.」

「Eh?」

「Akan butuh waktu yang lama kalau kalian belajar dengan cara seperti itu.」

「Tapi-」

「Gak perlu khawatir soal uang. Anggap saja sebagai hadiah pernikahan.」

「Yang menikah 'kan ibu kami?」

「Aku gak peduli siapa yang menikah.」

Mereka berdua pun mengikutiku keluar dari Kuma House.
Mereka berjalan sambil berpegangan tangan.
Kakak beradik ini terlihat sangat akrab.
Pertama-tama, kami akan pergi ke toko buku.

「Permisi!」

Aku memanggil nenek pemilik toko buku dengan suara yang keras.

「Ada apa? Aku belum tuli, tidak perlu teriak-teriak.」

「Permisi, ada buku bergambar untuk anak-anak? Aku ingin menggunakannya untuk mengajari tentang huruf.」

「Buku bergambar untuk belajar, ya? Kalau begitu Anda akan membutuhkan ini, yang ini, dan yang itu juga.」

Si nenek membawa tiga buku; dua buku bergambar dan buku yang terlihat seperti buku tabel huruf.
Untuk saat ini, aku akan membeli semuanya.

「Terima kasih.」

Aku pun membayarnya dan keluar dari toko.
Selanjutnya, kami membeli kertas dan alat tulis di toko kelontong.
Setelah selesai belanja alat belajar, kami merasa sedikit lapar, jadi aku memutuskan untuk membeli jajanan di kios pinggir jalan yang ada di alun-alun kota.
Saat kami tiba di alun-alun, ada banyak kios jajanan yang berbaris.
Aroma sedap berhembus dari sana dan sini.
Kami pun memasuki alun-alun dan pergi menuju kios terdekat.
Kios tersebut menjual sate.
Aromanya sangat sedap.

「Paman, beli satenya tiga tusuk.」

「Oh, Nona Kuma, ya? Tiga tusuk? Oke! Terima kasih karena sudah membeli.」

Paman itu memberiku tiga tusuk sate.
Aku memasukkan satu tusuk ke mulutku dan memberikan dua tusuk lainnya pada Fina dan Shuri.

「Terima kasih banyak.」

「Terima kasih.」

「Selanjutnya, ayo coba yang di sana.」

Aku mengamati barisan kios makanan di sekitar alun-alun untuk mencari mangsa (makanan) berikutnya.

「Nona Kuma! Mau sup sayur?」

Suara terdengar dari kios terdekat.
Ada uap yang keluar dari kuali besar, sepertinya enak.

「Boleh juga. Tolong tiga porsi ya.」

「Terima kasih!」

Sup sayuran panas disajikan di dalam mangkuk kayu.
Mangkuk ini harus dikembalikan setelah selesai makan.
Aku pun menerima sup tersebut dan memberikan dua mangkuk pada Fina dan Shuri.

「Nona Kuma, bagaimana kalau makan supnya ditemani roti?」

「Jangan curang! Nona Kuma, bagaimana kalau daging panggang ini saja?」

Kali ini banyak suara yang bersahut-sahutan dari kios-kios di sekitar kami.

「Kalau begitu, bagaimana dengan jus buah yang baru diperas?」

Seorang kakak perempuan yang berjualan berbagai jenis jus buah juga ikut berpartisipasi dalam pertempuran ini.

「Hmm. Hari ini aku sedang ingin makan roti, jadi tolong berikan aku tiga potong roti kecil.」

「Ooh! Terima kasih!」

Paman yang berjualan roti berterima kasih lalu memberiku roti yang dijualnya.
Aku meminta maaf pada penjual yang dagangannya tidak kubeli.

「Lain kali aku akan membelinya.」

「Tak masalah.」

「Silakan datang lagi lain kali!」

Setelah menerima roti tersebut, aku pun menyapa orang-orang di sekitar kios-kios tersebut, lalu duduk di bangku kosong terdekat.
Akhir-akhir ini aku sering membeli dan makan jajanan di alun-alun ini, jadi aku telah mengenal beberapa orang yang ada di sini.
Mungkin karena penampilan Kuma-ku ini, tapi jumlah orang yang memanggilku saat aku berjalan di alun-alun ini kian hari semakin meningkat.
Hal itu membuat jajanan yang kubeli dan kumakan kian hari semakin banyak.
Tak masalah sih selama aku tidak tambah gemuk.
Kucubit perutku melalui kostum Kuma untuk memeriksanya.
Aku ingin percaya bahwa semua masih baik-baik saja.
Pasti enak sekali kalau aku bisa dapat skill [Tidak bisa bertambah gemuk].

「Kalau begitu, mari kita makan!」

「Terima kasih, Yuna-oneechan.」

「Terima kasih.」

Shuri meniru kakaknya dan mengucapkan terima kasih.
Keduanya terlihat sangat imut.
Kami bertiga pun perlahan menyantap roti dan sup masing-masing.
Ada wortel dan lobak putih di dalam sup ini.
Aku sudah sering menjumpai bahan makanan yang mirip dengan yang ada di Jepang.
Tapi, aku masih belum menemukan nasi, kecap, ataupun miso.
Aku juga rindu dengan makanan berbahan mie seperti ramen, soba, dan udon.
Apa makanan tersebut bisa dijumpai di negara lain?
Biarpun begitu, sup dan roti ini juga sudah cukup enak.
Setelah kami selesai makan, kami pun kembali ke Kuma House untuk melanjutkan kegiatan belajar.

Setelah itu, Tilmina-san dan Gentz-san memarahiku karena kami jajan terlalu banyak.
Sepertinya kedua kakak beradik itu tidak bisa menghabiskan makan malam yang sudah dipersiapkan dengan susah payah.
Aku harus hati-hati untuk tidak jajan berlebihan.
Meskipun begitu, mereka tetap berterima kasih padaku karena telah membelikan alat belajar untuk anak mereka.


<< Sebelumnya Daftar Isi Berikutnya >>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar